Seperti Pelangi, ia akan selalu datang setelah hujan. Akan selalu ada harapan ditengah ujian. Akan selalu ada kebahagiaan setelah kesulitan. Begitupun februari, yang datang setelah januari dengan hujannya yang memberi nikmat. Lantas, nikmat mana lagi yang kau dustakan? Kini, aku akan menceritakan sebuah kisah dan inilah kisahnya.
Jum'at, 26 Februari 1993..
Sebuah keluarga tengah berdoa penuh harap. Tepat 9 bulan sudah seorang wanita mengandung anaknya, hingga akhirnya kandungan tersebut mengalami kontraksi dan pembukaan disebuah rumah sakit bersalin. Wanita itu terus merintih, berjuang menahan sakit, perih, ia mengatur nafas yang dipandu oleh dokter dan para suster, disemangati oleh pria yang amat mencintainya, dan diiringi oleh doa dari para keluarga. Menit demi menitpun berlalu. Akhirnya air ketuban itupun pecah, hingga seorang bayi mulai terlihat keluar dari pusara ibunya.
Dengan perjuangan dan pengorbanan seorang ibu, saat yang dinantikan pun tiba. Seorang bayi mungil perempuan itupun terlahir. Untuk pertama kalinya ia menatap dunia. Tangisannya menjadi penanda kesehatannya. Ia mulai menggerakkan jari jemarinya. Lalu terdengar perlahan suara seorang pria, ia membisikkan sesuatu ditelinganya. Suara yang sangat indah, merdu dan menjadi titik awal diperkenalkannya ia dengan Tuhannya. Suara itu adalah suara adzan yang didengungkan dengan sangat merdu. Seorang ayahlah yang pertama kali memberitahunya, mengajarkan bahwa Tiada Tuhan Selain Allah SWT dan Muhammad SAW adalah utusannya.
Kemudian ia dipeluk oleh seorang wanita dengan tatapan penuh kebahagiaan, meskipun ada raut muka yang begitu lelah sekali, setelah perjuangan panjang yang tak mudah. Pelukan hangat seorang ibu. Terbayar sudah rasa sakit dan perjuangan seorang ibu saat melihat putrinya dalam keadaan sehat wal afiat. Mulutnya tak lepas dari mengucap rasa syukur atas Nikmat yang telah diberikan Allah SWT. Rona haru dan kebahagiaan memancar dari tempat persalinan. Tibalah hingga kakak - kakak nya, mbah puteri dan mbah kakung, dan keluarga besarnya datang. Mereka turut bahagia menyaksikan seorang bayi mungil yang telah lahir dengan selamat ke dunia ini.
Waktu terus berlalu, hingga tak terasa semuanya telah berubah..
Seorang bayi itu kini telah beranjak menjadi wanita dewasa. Ia bukanlah wanita yang seperti Siti Aisyah, wanita yang selalu ia kagumi. Ia hanya wanita biasa, penuh akan khilaf, salah, dan sifat lainnya yang tak pantas ditiru. Namun, ia adalah pemimpi yang tengah berjuang untuk mewujudkan segala mimpinya. Pendidikan adalah investasi yang ia pilih untuk masa depannya. Makanya dengan segala kekurangan finansial yang ia hadapi, ia tetap berjuang demi pendidikannya. Dalah hidupnya, Ia memiliki sebuah mantra rahasia yang selalu ia pegang teguh, yakni Man Jadda Wa Jadda.
Dan tepat diusianya yang 22 Tahun, tak ada tiup lilin ataupun potong kue seperti kebanyakan orang. Karena dalam keluarganya, ia memang diajarkan seperti itu. 26 februari memang mengesankan, namun tak ubahnya dengan hari-hari kebanyakan lainnya. Hari itu ia tetap bekerja dan kuliah hingga larut malam. Namun yang membedakan hanyalah ucapan selamat yang ramai diberikan oleh teman-teman baik di WA, BBM, facebook, path dan medsos lainnya.
sumber: kotabontang.net |
Secara fisik memang terlihat sama dengan hari lainnya, tak ada ucapan selamat dari ayah ibuku, tak ada kado, tak ada kue ataupun perayaan. Namun, secara hati. Hatinya selalu bergejolak tiap melewati hari yang spesial tersebut. Ia tersadar akan umurnya, tersadar akan tanggung jawab akan hal itu, ia menjadi lebih banyak bersyukur karena betapa Allah SWT telah memberikan banyak nikmat dan karunianya hingga ia bisa sampai pada angka 22 tahun. Sehingga perayaan yang ia rayakan pada 26 februari adalah muahasabah diri.
Dan wanita tersebut bernama Wardah Fauziyah. Ya, inilah aku dan umur baruku.
No comments:
Post a Comment