Breaking News
recent

Cerpen: Wanita Dibalik Cadar #1

Ini adalah Cerpen Pertamaku. Judulnya wanita dibalik cadar. Selamat membaca...
^-^
--------------------------------------------------


Ketika perbedaan masih menjadi masalahnya. Tak ada lagi tempatku untuk mengadu. Tak ada lagi tempatku untuk meminta nasihat, kecuali Allah swt. Kini, semuanya telah berubah. Menjadi mimpi yang tak pernah lagi kuharapkan akan terjadi. Dan aku? Aku hanya bisa pasrah menjalani takdirku. 

Ini semua berawal dari hari itu, ketika ku tengah bersiap diri untuk berangkat sekolah. Dihari pertamaku sebagai siswi SMA, ada yang aneh di hari itu. Hari itu, umi dan abi terlihat sedang duduk di ruang keluarga. Mereka saling terdiam. Dari mata mereka berdua aku bisa merasakannya. Aku yakin, pasti ada sesuatu. Tapi, apa? Padahal selama ini aku tak pernah membuat masalah. Dan kali aku melangkahkan kakiku kesana, tiba – tiba saja rasa gugup menghampiriku. 

“Nisa, bisa kamu duduk disini?” suara umiku. Aku lalu duduk di samping umiku. Umi tampaknya menyadari wajahku yang bingung. 

“Nis, sebelum kamu berangkat sekolah. Umi dan abi ingin bicara dulu denganmu.” 
“Silahkan umi, abi, insya Allah Nisa akan mendengarnya.” 

Lalu kemudian abi pun bertanya, “Nis, kamu lihatkan umi mu?” 

“Tentu saja abi,” jawabku singkat. 

Umi, tanpa abi bertanya pun pasti ia tahu kalau aku bisa melihatnya dengan jelas. Umiku adalah idolaku. Ia adalah seorang koki terbaik dalam keluarga ini, ia adalah ibu, sekaligus sahabatku. Tak ada yang kurang darinya. Ia adalah sosok sempurna bagiku. Seorang istri yang solehah dan selalu mengikuti perkataan abiku. 

“Kamu sudah saatnya mengikuti jejak umimu.” 

“Maksud abi?” Tanyaku heran. 

“Mulai sekarang kamu harus menutup auratmu dengan cadar.” jelasnya 

Cadar? Aku sedikit terkejut dengan ucapan abi barusan. Apakah aku harus melakukannya. Aku melihat umiku. Aku bisa melihatnya. Meskipun aku tak bisa melihat wajah dibalik cadarnya. Tapi, aku tahu ia sedang membaca tasbih. Karena itulah kebiasaannya. Umi, aku memang ingin mengikuti jejakmu. Tapi apakah harus dengan bercadar? 

“Maaf abi, maaf umi, Nisa ga bisa.” 

Mendengar jawabanku, abiku pun merasa heran karena baru pertama kalinya ia menolak permintaan abi nya. Mungkin itulah pikirannya yang membuatnya tampak kesal dan marah. Lalu ia pun bertanya, “Kenapa? Apa alasanmu” 

Bibirku terasa gagap saat akan menjawab pertanyaan itu. Aku berusaha mencari kata – kata yang tepat agar tidak menyinggung hati kedua orang tuaku. 

“Ma, ma, maaf umi, maaf abi.., bukankah mengikuti jejak tidak selamanya harus dengan mengikuti keputusannya” 

“Nisa, tolong nak, turuti saja keinginan ayahmu itu” bujuk ibuku 

“Umi, maaf. Nisa memeluk islam bukan karena keturunan tapi karena Nisa menganggap Islam adalah agama yang benar. Dan Nisa juga ga ingin pakai cadar hanya karena umi menggunakan cadar juga.” 

Jelas abi pun semakin naik pitam mendengar jawabanku barusan. Yah, itulah abiku. Ia akan keras jika ada yang tidak sesuai dengan keinginannya. 

“Udah berani yah sekarang ngelawan umi dan abimu. Baiklah kalau begitu, jika kamu memang telah memilih jalanmu sendiri. Silahkan! Tapi abi takkan memperdulikanmu lagi!” kata abiku dengan penuh kemarahan. 

Air mataku, yang tadinya masih dipelupuk matapun terjatuh. Apakah harus seperti itu? Apakah ini konsekuensiku atas keputusanku. Abi, benarkah yang abi katakan itu. Aku tak tahan lagi. Aku lantas pergi ke kamarku. Di dalam kamar, aku menangis sejadi – jadinya. Hari ini aku seharusnya berangkat sekolah, bukannya menangis. 

Dari balik tembok kamarku, aku bisa mendengar suara mereka berdua. 

“Abi.. Tidakkah itu terlalu kejam padanya?” Tanya umi. 

“Tidak, itu pantas baginya.” Kata abiku. 

Abi, ia memang egois. Dan tak pernah berubah. Didalam kamar, pergolakan batinku pun terjadi. Pikiranku jauh melayang. 

“Bukankah mengenakan jilbab pun itu sudah cukup?” kata batinku 

“belum, belum cukup Nis.” 

“cukup nis, bukankah telah dijelaskan dalam Al – Qur’an bahwa yang menjadi aurat wanita itu adalah bagian tubuh dan rambut. Dan bukankah Nisa telah menutupinya. " 

“Tapi, ini demi umi dan abi.” 

Dan pergolakkan batinku pun makin memanas. Namun aku masih saja belum menemukan solusinya. Akhirnya aku pun memutuskan untuk salat istikharah. Jujur, aku masih bingung dengan ini semua, aku sama sekali tak tahu harus berbuat apa. Yang jelas, aku ingin mengadu kepada Allah SWT dan aku ingin diberikan jalan yang terbaik dimasa depanku kelak. 

Dalam salatku, aku membayangkan senyum umi dan abiku. Apakah ini adalah jawabannya. Aku harus membuat mereka tersenyum.

bersambung......
^-^

Penulis: Wardah Fauziyah


Unknown

Unknown

1 comment:

  1. Lanjutan dari cerpen ini bisa dilihat di:
    http://mychocochips.blogspot.com/2011/12/cerpen-wanita-dibalik-cadar-2.html

    terima kasih telah berkunjung , jangan lupa datang lagi yah.. ^^

    ReplyDelete

Translate

Wardah@mychocochips. Powered by Blogger.